Rabu, 01 September 2010

-Y.O.U-the series [ chapter 3- pesan singkat dan sebuah nama]

saya kembali!!!!!
kali ini mungkin agak aneh critanya,, tapi nikmatin yaa.


-Y.O.U-the series [ chapter 3- pesan singkat dan sebuah nama]

“Apa unnie sudah siuman?”

“Belum Gae Hya-ah. Mungkin sebentar lagi. Sudah lima jam kan dia pingsan?”

“ne, aku akan menyiapkan bubur dulu. Nanti kalau ada apa-apa kau panggil aku ya, Ae
Cha-ah.”

Ae cha? Gae Hya?
Aku dimana?

Aku berusaha membuka mataku, ketika akhirnya terbuka, aku mendapati wajah Ae Cha yang memenuhi mataku.

“Kyaaaaa!!!” jerit Ae Cha kaget sambil melompat.

“Kenapa kau tidak bilang kalau kau akan siuman?” tanyanya sambil mengelus-elus dadanya.

“Mianhae Ae Cha-ah.” Kataku tanpa dosa sambil berusaha bangun. Namun nyeri yang amat sangat sekonyong-konyong menghantam kepala bagian belakang. Aku menyerah untuk bangkit.

“Aku dimana?” tanyaku sambil membenarkan posisi kepala.

“Kau dirumah Gae Hya-ah. Dia sedang membuatkan bubur sekarang.” Jelasnya sambil merapikan rambut panjangnya yang bergelombang.

“Siapa yang tadi berteriak? Aku kaget sekali saat mengaduk bubur. Eh, unnie sudah siuman ya?”

“Ne, tapi kepalaku sangat pusing. Kau tahu bagaimana aku bisa sampai disini?” aku berusaha berbicara dengan normal karena kepala bagian belakangku membuatku pusing.

“Nanti saja unnie, sekarang kau harus makan dulu, lalu minumlah teh chamomile kesukaanmu. Ya?” saran Gae Hya sambil mengambilkan mangkuk putih berisis bubur ayam yang masih mengepulkan asap. Baunya memenuhi hidungku.

Ae Cha membantuku duduk dengan sandaran bantal. Lalu menawarkan akan menyuapiku, namun aku menolak karena aku lebih nyaman makan sendiri karena satu alasan: aku lapar. Selain itu, masakan buatan Gae Hya selalu lezat dan enak.

“Siapa yang membawaku kemari, Gae Hya-ah?” tanyaku setelah suapan pertama.

“Aku akan menceritakan padamu setalh kau mengahiskan buburmu, unnie.” Putusnya sambil
menaikkan selimutku.

Aku menghabiskan semangkuk besar bubur dengan lahap sementara Gae Hya dan Ae Cha bercerita kesana-kemari. Sepertinya Ae Cha sedang jatuh cinta pada pandangan pertama
dengan seseorang, namun ia bersikeras tidak mau menceritakan kepada aku maupun Gae Hya. Aku hanya mennagguk saja, lantaran Ae Cha sedikit sensitive denganku. Dia juga bertanya padaku siapa gerangan laki-laki yang tempo hari bersama dengan Sang Mun. aku menjawab seperlunya, lalu pipinya merah. Ketika Gae Hya menggodanya, Ae cha hanya berkilah bahwa laki-laki itu, Lee Taemin, pastilah orang yang jutek dan menyebalkan.
Aku diam, meski dalam hati membenarkan.

Giliran Gae Hya meneruskan cerita tentang senior yang ia tabrak karena tempo hari sempat terputus. Ia tahut setengah mati gegara tampang senior itu menyeramkan. Baik aku maupun Ae Cha tidak bisa betanya karena Gae Hya tidak bisa dehentikan ketika mulutnya sudah berkoar-koar.

Tanpa terasa, mangkuk bubur itu sudah tandas, aku menagih janjiku pada Gae Hya. Lalu dengan sangat berlebihan, gae Hya menghela nafas panjang sebelum bercerita.

“tapi aku tidak tahu nama orang yang menolongmu, unnie.” Kilahnya sambil membenarkan posisi duduk, diikuti dengan Ae Cha yang belum tahu apa-apa.

“Gwenchanayo, yang penting kau menceritakan padaku dulu.”

[ flashback-Gae Hya’s speaking ]

Aku sedang memasak untuk makan malam ketika deringan ponsel dalam sakuku mengagetkanku. Aku mematikan kompor dan mengangkat telepon dari Eum Ji-unnie. Ngomong-ngomong, tumben sekali dia menelepon?

“Annyeong, waeyo eum ji-unnie?” tanyaku setelah menekan tombol accept.

“Mianhamnida, benarkah ini Nona Lee Gae Hya?” sebuah suara maskulin terdengar dari
seberang.

Siapa ini? Kenapa yang keluar malah suara laki-laki yang belum pernah aku kenal?

“Ah, matsemnida. Ini siapa?” tanyaku gugup.

“Anda tidak perlu mengetahui siapa saya. Saya hanya butuh pertolongan anda. Sekarang,

Nona Eum Ji sedang dalam keadaan pingsan. Hanya rumah anda yang dekta dari lokasi dimana dia pingsan. Bisakah saya dating kerumah anda?” jelasnya panjang lebar.

Hey, dai bilang hanya rumahku yang paling dekat dengan temapt kejadian perkara?
Bagaimana dia tahu rumahku? Haruskah aku percaya dengan laki-laki ini? Bahkan, nada suaranyapunsangat tenang dan tidak menunjukkan kekhawatiran yang kentara atas pingsannya unnie?

“Halo? Apakah telepon ini masih tersambung?” Tanya laki-laki itu.

“Oh-eh. Ne, masih.” Jawabku kaget.

“udduhkae? Saya bisa membawa nona Eum Ji sekarang?”

“Bisa, tap—“

“gamsahamnida.”

Tuttuttut…

Mati? Aku melihat layar ponsel untuk memastikan bahwa telepon kami sudah berakhir. Ya, memang sudah.

Ting tong… ting tong…

Bel? Apakah laki-laki tadi benar-benar datang?

Aku berjalan pelan-pelan menuju pintu ruang tamu, lalu mengintip siapa yang datang dari sela-sela korden jendela. Ada seorang laki-laki, berjas hitam? Ya, dia sedang berdiri agak jauh dari pintu. Wajahnya sedikit khawatir, dia juga berulang kali
melihat jam yang ada ditangannya. Siapa ini?

Ting tong… ting tong…

Sekali lagi bel dibunyikan. Aku berusaha berpikir positif siapa tamu yang ada di balik pintu kayuku. Setelah menarik nafas panjang, aku membuka pintu dengan hati-hati. aku sedikit kaget karena sudah bukan satu orang lagi, melainkan dua orang yang berdiri di depan pintu. Laki-laki yang tadi menunggu itu sdikit lebih pendek dari laki-laki yang baru saja datang. Dan—oh tidak! Laki-laki yang tinggi itu menggendong seseorang. Ya, tidak salah lagi, itu Eum Ji-unnie.

“Mianhamnida, bisakah kita masuk? Tubuh Nona Eum Ji sudah dingin.” Kata laki-laki yang menggendong unnie mengagetkanku.

“Oh, mullonimnida.”

Tanpa kata lagi aku membimbing mereka menuju ke kamar tidurku. Lalu laki-laki berambut hitam cepak menidurkan unnie, lalu menyelimutinya. Sekilas, aku melihat ada kehangatan dari sikap laki-laki bersuara dingin ini.

“Mianhamnida, kami telah merepotkan anda, Nona Gae Hya.” Kata laki-laki itu sambil melepas kacamata hitamnya, diikuti dengan laki-laki satunya yang lebih pendek.

“Aniyo, saya malah senang sekali ada yang menyelamatkan unnie.” Jawabky gugup.

Lalu kedua laki-laki itu menceritakan perihal yang terjadi pada unnie secara lengkap. Aku hanya diam sambil mendengarkan. Sebenarnya, aku ingin tahu namanya, tapi aku terlalu takut untuk bertanya.

“Gamsahamnida, kami akan pamit. Tolong berikan ini untuk Nona Eum Ji setelah dia siuman.” Kemudian laki-laki yang lebih pendek dan lebih banyak diam memberikan sebuah tas kecil. Aku tidak berniat untuk tahu apa isinya sebelum unnie yang membukanya.

[ flashback ended-Eum Ji speaking ]

“Begitulah, ini bingkisan yang mereka berikan padamu.” Kata Gae Hya mengakhiri ceritaya sambil mengulurkan bingkisan padaku. Sejenak, aku maupun Ae Cha tertegun mendengar ceritanya. Siapa laki-laki itu?

“Buka saja unnie, kalau kau penasaran.” Saran Ae cha padaku.
Tanpa kata aku menurutinya, aku kaget ketika melihat isi tas itu: SYAL! Ini bukan syal bisaa, ini adalah syal yang aku inginkan namun tidak aku beli karena harganya sangat mahal. Well, pasti orang yang menolongku adalah orang kaya. Tapi untuk apa syal ini? Aku kan sudah punya syal?

Reflek tanganku meraba leher, dan kosong! Aku tidak memakai syal! Ae Cha dan Gae Hya
hanya tertegun melihat tingkahku yang kelabakan mencari syal. Lalu aku menemukan syal putih itu berlumuran tanah dan sudah sobek di dalam tas, beserta dengan syal baru tadi.

“Sepertinya mereka meninggalkan pesan singkat didalam sana.” Kata Gae Hya di tengah
keheningan yang tercipta.

Benar saja, aku menemukan secarik kertas dengan tulisan rapi memenuhi kertas kecil tersebut.

Begini bunyinya:

Mianhamnida. Syal baru anda sobek dan kotor karena kecelakaan yang baru saja anda alami. Tapi anda tidak pelu membelinya. Kami yang bertanggung jawab atas sobeknya syal anda. Mianhamnida, untuk benturan kepala yang tidak menyenangkan. Jaga diri anda baik-baik dan jangan bergi sendirian.

Sudah? Aku membolak-balikkan kertas mencari pengirimnya. Nihil.

****

Ini adalah hari pertama sejak aku tidak sekolah empat hari yang lalu. Yeah, kecelakaan tak jelas kemarin membuat kepalaku sakit dan aku tidak diperbolehkan sekolah oleh appa. Pagi inipun, aku diantar oleh appa dengan mobil pinjaman dari tetangga. Kami memang tak punay mobil. Maklum, kami adalah kaum menengah kebawah.
Sesampainya disekolah, appa menashatiku panjang lebar. Dia juga berpesan untuk menelepon setelah sekolah usai. Aku hanya mengagguk lemah.

Ketika aku berjalan menuju gerbang, sudah ada enam orang yang menghadangku. Hongki,
Ae Cha, Gae Hya, Hyu Na, Sang Mun dan—tentu saja—taemin. Mereka semua tersenyum padaku dan berkata senang bahwa aku sudah smbuh. Semua, kecuali—tentu saja—taemin. Tidak masalah, aku juga tidak terlalu ngeh dengan pemuda bermata sayu itu. Karena dia adalah pemuda anti social yang tidak beruntung.


Lalu, sepanjang jalan menuju kelas, kami bercerita panjang lebar. Tentang gossip sekolah selama aku tidak masuk, tentang murid-murid yang lain yang mencariku Karena martabak. Well, aku kan emmang terkenal karena martabak telurku sangat nikmat dan lezat?

****

Cahaya matahari menghangatkan tubuh dimusim dingin yang masih melingkupi Seoul. Aku sedang menunggu appa sambil menikmati sinar matahari di bangku depan sekolah ketika sebuah mobil berhenti di depanku persis. Lalu keluarlah seseorang dari salah satu pintu mobil sedang keluaran eropa.

Aku tidak terlalu memperhatikan siapa gerangan orang itu hingga sebuah tangan menepuk bahuku pelan. Aku menoleh dan mendapati pemuda yang sudah duduk dengan manis disebelahku.

“Hai,” sapanya ramah sambil tersenyum manis sekali.
Ini kan pemuda yang kemarin itu?

“oh, hai.” Balasku gugup.

“Mianhae, aku tidak menjengukmu. Kau sudah sembuh?” tanyanya sambil menjaga jarak denganku.

“Gwenchanayo. Aku sudah sembuh.”

“Oh iya, namaku Lee Jinki.” Katanya singkat.
Lee jinki? Nama yang lucu. Akhirnya, aku tahu siapa nama laki-laki ini.

“Kau sedang apa disini? Sendirian lagi. Seharusnya gadis sepertimu tidak boleh sendirian di tempat umum.” Tanyanya sambil melipat kedua tangannya.

“Aku sedang menunggu appa. Dia sedang dalam perjalanan menuju kemari kok.” Jawabku singkat. “Btw, sepertinya aku belum pernah melihatmu, apakah kau murid baru juga?”

“Aku belum crita ternyata. Ne, aku murid baru. Baru seminggu aku berada disini, tapi aku seniormu lho. Saat pertama kali kita bertemu, itu adalah hari pertama aku masuk. Hey, kau tadi bilang ‘juga’? memangnya ada murid pindahan selain aku?” tanyanya.

“Ne, ada tiga orang setahuku. Yang dua satu kelas denganku, yang lainnya tidak. Mereka satu angkatan kok denganku.” Jelasku singkat.

“Boleh aku tahu namanya?”

“Won Hyu Na, Young Sang Mun dan Lee Taemin. Waeyo?”

“Ahh~ aniyo.” Jawabnya sambil mengerutkan kening. Lee jinki-oppa kenal dengan mereka kah?

****

akhirnyaaa. selesai juga. meski endingnya agak aneh ==a
tapi, pasti meninggalkan misteri dong 