Rabu, 01 September 2010

-Y.O.U-the series [ chapter 3- pesan singkat dan sebuah nama]

saya kembali!!!!!
kali ini mungkin agak aneh critanya,, tapi nikmatin yaa.


-Y.O.U-the series [ chapter 3- pesan singkat dan sebuah nama]

“Apa unnie sudah siuman?”

“Belum Gae Hya-ah. Mungkin sebentar lagi. Sudah lima jam kan dia pingsan?”

“ne, aku akan menyiapkan bubur dulu. Nanti kalau ada apa-apa kau panggil aku ya, Ae
Cha-ah.”

Ae cha? Gae Hya?
Aku dimana?

Aku berusaha membuka mataku, ketika akhirnya terbuka, aku mendapati wajah Ae Cha yang memenuhi mataku.

“Kyaaaaa!!!” jerit Ae Cha kaget sambil melompat.

“Kenapa kau tidak bilang kalau kau akan siuman?” tanyanya sambil mengelus-elus dadanya.

“Mianhae Ae Cha-ah.” Kataku tanpa dosa sambil berusaha bangun. Namun nyeri yang amat sangat sekonyong-konyong menghantam kepala bagian belakang. Aku menyerah untuk bangkit.

“Aku dimana?” tanyaku sambil membenarkan posisi kepala.

“Kau dirumah Gae Hya-ah. Dia sedang membuatkan bubur sekarang.” Jelasnya sambil merapikan rambut panjangnya yang bergelombang.

“Siapa yang tadi berteriak? Aku kaget sekali saat mengaduk bubur. Eh, unnie sudah siuman ya?”

“Ne, tapi kepalaku sangat pusing. Kau tahu bagaimana aku bisa sampai disini?” aku berusaha berbicara dengan normal karena kepala bagian belakangku membuatku pusing.

“Nanti saja unnie, sekarang kau harus makan dulu, lalu minumlah teh chamomile kesukaanmu. Ya?” saran Gae Hya sambil mengambilkan mangkuk putih berisis bubur ayam yang masih mengepulkan asap. Baunya memenuhi hidungku.

Ae Cha membantuku duduk dengan sandaran bantal. Lalu menawarkan akan menyuapiku, namun aku menolak karena aku lebih nyaman makan sendiri karena satu alasan: aku lapar. Selain itu, masakan buatan Gae Hya selalu lezat dan enak.

“Siapa yang membawaku kemari, Gae Hya-ah?” tanyaku setelah suapan pertama.

“Aku akan menceritakan padamu setalh kau mengahiskan buburmu, unnie.” Putusnya sambil
menaikkan selimutku.

Aku menghabiskan semangkuk besar bubur dengan lahap sementara Gae Hya dan Ae Cha bercerita kesana-kemari. Sepertinya Ae Cha sedang jatuh cinta pada pandangan pertama
dengan seseorang, namun ia bersikeras tidak mau menceritakan kepada aku maupun Gae Hya. Aku hanya mennagguk saja, lantaran Ae Cha sedikit sensitive denganku. Dia juga bertanya padaku siapa gerangan laki-laki yang tempo hari bersama dengan Sang Mun. aku menjawab seperlunya, lalu pipinya merah. Ketika Gae Hya menggodanya, Ae cha hanya berkilah bahwa laki-laki itu, Lee Taemin, pastilah orang yang jutek dan menyebalkan.
Aku diam, meski dalam hati membenarkan.

Giliran Gae Hya meneruskan cerita tentang senior yang ia tabrak karena tempo hari sempat terputus. Ia tahut setengah mati gegara tampang senior itu menyeramkan. Baik aku maupun Ae Cha tidak bisa betanya karena Gae Hya tidak bisa dehentikan ketika mulutnya sudah berkoar-koar.

Tanpa terasa, mangkuk bubur itu sudah tandas, aku menagih janjiku pada Gae Hya. Lalu dengan sangat berlebihan, gae Hya menghela nafas panjang sebelum bercerita.

“tapi aku tidak tahu nama orang yang menolongmu, unnie.” Kilahnya sambil membenarkan posisi duduk, diikuti dengan Ae Cha yang belum tahu apa-apa.

“Gwenchanayo, yang penting kau menceritakan padaku dulu.”

[ flashback-Gae Hya’s speaking ]

Aku sedang memasak untuk makan malam ketika deringan ponsel dalam sakuku mengagetkanku. Aku mematikan kompor dan mengangkat telepon dari Eum Ji-unnie. Ngomong-ngomong, tumben sekali dia menelepon?

“Annyeong, waeyo eum ji-unnie?” tanyaku setelah menekan tombol accept.

“Mianhamnida, benarkah ini Nona Lee Gae Hya?” sebuah suara maskulin terdengar dari
seberang.

Siapa ini? Kenapa yang keluar malah suara laki-laki yang belum pernah aku kenal?

“Ah, matsemnida. Ini siapa?” tanyaku gugup.

“Anda tidak perlu mengetahui siapa saya. Saya hanya butuh pertolongan anda. Sekarang,

Nona Eum Ji sedang dalam keadaan pingsan. Hanya rumah anda yang dekta dari lokasi dimana dia pingsan. Bisakah saya dating kerumah anda?” jelasnya panjang lebar.

Hey, dai bilang hanya rumahku yang paling dekat dengan temapt kejadian perkara?
Bagaimana dia tahu rumahku? Haruskah aku percaya dengan laki-laki ini? Bahkan, nada suaranyapunsangat tenang dan tidak menunjukkan kekhawatiran yang kentara atas pingsannya unnie?

“Halo? Apakah telepon ini masih tersambung?” Tanya laki-laki itu.

“Oh-eh. Ne, masih.” Jawabku kaget.

“udduhkae? Saya bisa membawa nona Eum Ji sekarang?”

“Bisa, tap—“

“gamsahamnida.”

Tuttuttut…

Mati? Aku melihat layar ponsel untuk memastikan bahwa telepon kami sudah berakhir. Ya, memang sudah.

Ting tong… ting tong…

Bel? Apakah laki-laki tadi benar-benar datang?

Aku berjalan pelan-pelan menuju pintu ruang tamu, lalu mengintip siapa yang datang dari sela-sela korden jendela. Ada seorang laki-laki, berjas hitam? Ya, dia sedang berdiri agak jauh dari pintu. Wajahnya sedikit khawatir, dia juga berulang kali
melihat jam yang ada ditangannya. Siapa ini?

Ting tong… ting tong…

Sekali lagi bel dibunyikan. Aku berusaha berpikir positif siapa tamu yang ada di balik pintu kayuku. Setelah menarik nafas panjang, aku membuka pintu dengan hati-hati. aku sedikit kaget karena sudah bukan satu orang lagi, melainkan dua orang yang berdiri di depan pintu. Laki-laki yang tadi menunggu itu sdikit lebih pendek dari laki-laki yang baru saja datang. Dan—oh tidak! Laki-laki yang tinggi itu menggendong seseorang. Ya, tidak salah lagi, itu Eum Ji-unnie.

“Mianhamnida, bisakah kita masuk? Tubuh Nona Eum Ji sudah dingin.” Kata laki-laki yang menggendong unnie mengagetkanku.

“Oh, mullonimnida.”

Tanpa kata lagi aku membimbing mereka menuju ke kamar tidurku. Lalu laki-laki berambut hitam cepak menidurkan unnie, lalu menyelimutinya. Sekilas, aku melihat ada kehangatan dari sikap laki-laki bersuara dingin ini.

“Mianhamnida, kami telah merepotkan anda, Nona Gae Hya.” Kata laki-laki itu sambil melepas kacamata hitamnya, diikuti dengan laki-laki satunya yang lebih pendek.

“Aniyo, saya malah senang sekali ada yang menyelamatkan unnie.” Jawabky gugup.

Lalu kedua laki-laki itu menceritakan perihal yang terjadi pada unnie secara lengkap. Aku hanya diam sambil mendengarkan. Sebenarnya, aku ingin tahu namanya, tapi aku terlalu takut untuk bertanya.

“Gamsahamnida, kami akan pamit. Tolong berikan ini untuk Nona Eum Ji setelah dia siuman.” Kemudian laki-laki yang lebih pendek dan lebih banyak diam memberikan sebuah tas kecil. Aku tidak berniat untuk tahu apa isinya sebelum unnie yang membukanya.

[ flashback ended-Eum Ji speaking ]

“Begitulah, ini bingkisan yang mereka berikan padamu.” Kata Gae Hya mengakhiri ceritaya sambil mengulurkan bingkisan padaku. Sejenak, aku maupun Ae Cha tertegun mendengar ceritanya. Siapa laki-laki itu?

“Buka saja unnie, kalau kau penasaran.” Saran Ae cha padaku.
Tanpa kata aku menurutinya, aku kaget ketika melihat isi tas itu: SYAL! Ini bukan syal bisaa, ini adalah syal yang aku inginkan namun tidak aku beli karena harganya sangat mahal. Well, pasti orang yang menolongku adalah orang kaya. Tapi untuk apa syal ini? Aku kan sudah punya syal?

Reflek tanganku meraba leher, dan kosong! Aku tidak memakai syal! Ae Cha dan Gae Hya
hanya tertegun melihat tingkahku yang kelabakan mencari syal. Lalu aku menemukan syal putih itu berlumuran tanah dan sudah sobek di dalam tas, beserta dengan syal baru tadi.

“Sepertinya mereka meninggalkan pesan singkat didalam sana.” Kata Gae Hya di tengah
keheningan yang tercipta.

Benar saja, aku menemukan secarik kertas dengan tulisan rapi memenuhi kertas kecil tersebut.

Begini bunyinya:

Mianhamnida. Syal baru anda sobek dan kotor karena kecelakaan yang baru saja anda alami. Tapi anda tidak pelu membelinya. Kami yang bertanggung jawab atas sobeknya syal anda. Mianhamnida, untuk benturan kepala yang tidak menyenangkan. Jaga diri anda baik-baik dan jangan bergi sendirian.

Sudah? Aku membolak-balikkan kertas mencari pengirimnya. Nihil.

****

Ini adalah hari pertama sejak aku tidak sekolah empat hari yang lalu. Yeah, kecelakaan tak jelas kemarin membuat kepalaku sakit dan aku tidak diperbolehkan sekolah oleh appa. Pagi inipun, aku diantar oleh appa dengan mobil pinjaman dari tetangga. Kami memang tak punay mobil. Maklum, kami adalah kaum menengah kebawah.
Sesampainya disekolah, appa menashatiku panjang lebar. Dia juga berpesan untuk menelepon setelah sekolah usai. Aku hanya mengagguk lemah.

Ketika aku berjalan menuju gerbang, sudah ada enam orang yang menghadangku. Hongki,
Ae Cha, Gae Hya, Hyu Na, Sang Mun dan—tentu saja—taemin. Mereka semua tersenyum padaku dan berkata senang bahwa aku sudah smbuh. Semua, kecuali—tentu saja—taemin. Tidak masalah, aku juga tidak terlalu ngeh dengan pemuda bermata sayu itu. Karena dia adalah pemuda anti social yang tidak beruntung.


Lalu, sepanjang jalan menuju kelas, kami bercerita panjang lebar. Tentang gossip sekolah selama aku tidak masuk, tentang murid-murid yang lain yang mencariku Karena martabak. Well, aku kan emmang terkenal karena martabak telurku sangat nikmat dan lezat?

****

Cahaya matahari menghangatkan tubuh dimusim dingin yang masih melingkupi Seoul. Aku sedang menunggu appa sambil menikmati sinar matahari di bangku depan sekolah ketika sebuah mobil berhenti di depanku persis. Lalu keluarlah seseorang dari salah satu pintu mobil sedang keluaran eropa.

Aku tidak terlalu memperhatikan siapa gerangan orang itu hingga sebuah tangan menepuk bahuku pelan. Aku menoleh dan mendapati pemuda yang sudah duduk dengan manis disebelahku.

“Hai,” sapanya ramah sambil tersenyum manis sekali.
Ini kan pemuda yang kemarin itu?

“oh, hai.” Balasku gugup.

“Mianhae, aku tidak menjengukmu. Kau sudah sembuh?” tanyanya sambil menjaga jarak denganku.

“Gwenchanayo. Aku sudah sembuh.”

“Oh iya, namaku Lee Jinki.” Katanya singkat.
Lee jinki? Nama yang lucu. Akhirnya, aku tahu siapa nama laki-laki ini.

“Kau sedang apa disini? Sendirian lagi. Seharusnya gadis sepertimu tidak boleh sendirian di tempat umum.” Tanyanya sambil melipat kedua tangannya.

“Aku sedang menunggu appa. Dia sedang dalam perjalanan menuju kemari kok.” Jawabku singkat. “Btw, sepertinya aku belum pernah melihatmu, apakah kau murid baru juga?”

“Aku belum crita ternyata. Ne, aku murid baru. Baru seminggu aku berada disini, tapi aku seniormu lho. Saat pertama kali kita bertemu, itu adalah hari pertama aku masuk. Hey, kau tadi bilang ‘juga’? memangnya ada murid pindahan selain aku?” tanyanya.

“Ne, ada tiga orang setahuku. Yang dua satu kelas denganku, yang lainnya tidak. Mereka satu angkatan kok denganku.” Jelasku singkat.

“Boleh aku tahu namanya?”

“Won Hyu Na, Young Sang Mun dan Lee Taemin. Waeyo?”

“Ahh~ aniyo.” Jawabnya sambil mengerutkan kening. Lee jinki-oppa kenal dengan mereka kah?

****

akhirnyaaa. selesai juga. meski endingnya agak aneh ==a
tapi, pasti meninggalkan misteri dong 

Jumat, 27 Agustus 2010

Y.O.U the series [ Chapter 2 – tiga kopi hangat dan sebuah insiden ]

Alhamdulillah, tercurahlah unek-unek saya tentang FF saya yang masih harus berlanjut. Mengapa? Karena TBC!! Saya wajib menyelesaikannya!

Saya tau, mungkin hanya sedikit saja yang bersedia membaca FF saya yang masih abal dan harus banyak diperbaiki. Namun, saya akan terus mencoba *gym* mari kita mulai, Y.O.U chapter 2,, selamat menikmati J

New casting:

-Han Hyo Ju as Young Sang Mun

-Ko Ah Ra as Won Hyu Na

Young Sang Mun

Won Hyu Na

Chapter 2 – tiga kopi hangat dan sebuah insiden

[backsound: stand by me-shinee]

Together make it love!
Forever make it your smile!
neoui hwanhan miso gadeukhi
Together make it love!
Forever make it your smile!
ije naesoneul naesoneul jaba
Stand by me nareul barabwajwo ajik sarangeul moreujiman
Stand by me nareul jikyeobwajwo ajik sarange seotungeot gata

Pemandangan kota Seoul pada waktu sore memang sangat indah. Meski ramainya bukan main, namun itulah letak keindahannya. Itulah yang sekarang membuatku duduk di salah satu busway menuju pusat kota. Bukan hanya sekedar melihat lalu lalang orang saja, namun aku ingin membeli syal. Ya, dua minggu yang lalu sejak insiden aku hampir saja ditabrak orang, aku tak punya syal karena syalku sobek.

Selamat!

Aku segera turun begitu sudah sampai di tempat pemberhentian busway. Jalanan memang padat dan sedikit licin. Jadinya aku harus berhati-hati berjalan diantara lautan manusia yang memiliki kepentingan sendiri-sendiri.

Aku memulai jalan-jalanku dengan berjalan sepanjang deretan took yang masing-masing menjual barang tertentu. Lalu aku menemukan toko yang menjual apa yang aku butuhkan, syal.

HYUNG MIN’S COLLECTION: WINTER SEASON

Aku segera masuk karena hawa yang semakin dingin. Aku menemukan syal warna merah muda beserta dengan sarung tangannya. Oh tidak! Kau tahu berapa harganya? 90 ribu won! Aku langsung menelan ludah ketika melihat harga yang begitu mahal. Aku langsung keluar begitu mendapati harga rata-rata syal yang dijual di toko itu. Yang benar saja!

aku merapatkan mantel jaket lapis dua yang menyelubungi tubuhku dan topi rajut beserta dengan penutup telinganya. Apa alam lupa mengganti musimnya? Hingga liburan musim dingin sudah berakhirpun hawa masih saja di bawah 10 derajat.

Ketika aku berjalan sambil menggosok-gosokkan tanganku agar mendapatkan sedikit kehangatan, aku melihat sebuah syal rajut berwarna putih tulang yang digantungkan di depan toko kecil yang tidak terlalu ramai. Aku segera berjalan mendekat dan menanyakan harganya. 10 ribu won! Masih lumayan. Meskipun bahan dan kehangatannya sedikit berbeda dengan syal yang tadi, namun fungsinya sama, sama-sama menghangatkan. Aku segera merogoh kantung tas slempangku dan membayarnya.

Terselamatkanlah leherku yang sedari dua minggu yang lalu menjadi korban keganasan suhu musim dingin. setelah mendapatkan apa yang aku butuhkan, aku duduk di salah satu bangku taman kota dan membuka bekal makanku yang masih hangat: martabak dan roti bakar coklat dengan ukuran yang sangat besar siap untuk aku lahap.

Saat aku memulai untuk makan, sebuah tangan menepuk bahuku. Aku terlonjak dan menoleh. Aku mendapati seorang gadis berambut coklat sebahu dan seorang laki-laki di belakangnya. Hey, sepertinya aku tahu dua orang ini. Ah, ini kan murid baru di kelasku yang baru datang hari ini?

“Hey, kenapa kau sendirian saja? “ Tanya nya sambil duduk di sebelahku, didikuti laki-laki bertampang judes yamg sedari tadi hanya bergeming.

“Ah, ne.” jawabku canggung sambil menutup bekal makananku.

“Eh, kau kan ingin sekali membeli roti bakar? Jadi tidak? Kalau jadi, kita minta bantuan Eum Ji saja!” ujarnya pada laki-laki di yang duduk disebelahnya, laki-laki berambut sama coklatnya itu hanya mengedikkan bahu.

“Kau tahu tempat dimana adikku bisa mendapatkan roti bakar?” tanya gadis itu sambil merogoh tas slempangnya.

“Roti bakar? Kalau kalian mau, makan punyaku saja. Setahuku, roti bakar hanya ada malam hari. Kalaupun ada, mungkin tempatnya jauh dari sini.” Jawabku sambil menawarkan bekalku pada gadis ini.

Dia menerima sambil tersenyum, lalu menawarkan pada adiknya. Kemudian gadis beralis tebal itu membelikanku kopi hangat, lalu kembali dengan tangan memegang tiga buah plastic berisi coffe cup panas yang aku tunggu dengan kecanggungan. Bagaimana tidak? Laki-laki itu hanya bermain dengan ponselnya seolah-olah aku ini tidak ada.

Namun, gadis bernama Sang Mun ini kembali dengan wajah merah padam dan tawa kesenangan yang ia tahan.

“Aigoo!” pekiknya sambil duduk di sebelahku, lalu menyodorkan kopi bagianku.

“Gomawo. Waeyo?” tanyaku dengan kening berkerut. Aroma kopi yang masih panas memnbuatku tak sabar untuk menyerutupnya.

“Baru saja aku bertabrakan dengan seorang laki-laki yang sangat manis dan ganteng. Aigoo!” terangnya, lalu menyerutup kopinya pelan sebelum mulai bercerita lagi. “Kau tahu, saat aku berjalan untuk mengantri, ada orang yang dengan sengaja menjegalku dan usahanya itu berhasil! kurang hajar sekali!!” tambahnya, lalu menyerutup kopinya lagi, “aku hampir saja terjengkang dan jatuh ketika ada seseorang menangkapku dari belakang. Rambutnya pirang jabrik dan bau tubuhnya sangat wangi!”

“Heh, noona! kau ini tak usah terlalu senang. Mungkin laki-laki yang kau ceritakan itu hanya kebetulan berada disana dan tidak ada pilihan lain selain menangkapmu yang akan jatuh.” timpal laki-laki disebelah Sang Mun di sela-sela serutupan kopinya.

“Kau ini, selalu saja mengahancurkan moodku yang sedang baik,” balas Sang Mun, lalu ia mengahadap aku yang sedari tadi hanya diam sambil menikamati setiap teguk kopi dari Sang Mun, “ menurutmu, apakah dia jodohku?” tanyanya penuh antusias.

“oh, aku tidak tahu harus menjawab apa. Mungkin kau akan mendapatkan jawabannya setelah bertemu dengan tidak sengaja dengannya lagi. Barang sekali dua kali.” Jawabku apa adanya, karena aku belum pernah merasakan suka pada pandangan pertama seperti itu.

“Kau benar! Aku akan berdoa pada tuhan untuk mempertemukan kita kembali.” Katanya masih dengan keantusiasan yang sama.

****

Lalu kami berpisah sambil setelah Sang Mun mendapatkan telepon dari ibunya untuk segera pulang. aku memilih untuk berjalan-jalan di belakang kota sambil menikmati matahari yang sebentar lagi kembali ke peraduannya.

Jalanan di sini sangat sepi, bahkan jarang sekali ada mobil yang melintas. Boro-boro mobil, orang lalu lalag disini saja jarang sekali. Btw, hari ini banyak sekali siswa baru di sekolahku, Sang Mun dan adiknya adalah salah duanya.

****

[flashback]

Pluuk!!

Sebuah bola kertas memndarat dengan sukses di kepalaku dan berhasil membangunkaknku dari tidur nyenyak dengan biadab di dalam kelas saat pelajaran. Bahkan, pelajaran pertama!

“Young Sang Mun imnida, mannasobangap semnida, mohon bantuannya!”

Sebuah suara menarik perhatianku dan menyita kantukku. Ada murid baru kah? Lalu mereka berjalan menuju meja kosong yang ada tepat di depanku. Aku tersenyum ketika gadis itu melintas di depanku dan langsung duduk. Sedang laki-laki yang satunya hanya diam dengan muka datar.

”Hey, aku Sang Mun. Kau siapa?” tanyanya bisik-bisik padaku.

”eh, aku Eum Ji, Song Eum Ji.” jawabku singkat sambil tersenyum.

”Nanti, kita makan bersama di kantin ya? Aku membawa bekal makanan yang enak!” katanya sambil mengedikkan mata, lalu membalikkan badan dan sang sesepuh sudah memulai pelajarannya.

****

Akhirnya. Bel sudah nyaring berbunyi lima menit yang lalu, dan aku sudah duduk disini, di meja pojok sebuah kantin bersama tiga orang lainnya yang meruakan siswa baru. Bayangkan, sehari ada tiga siswa baru!!

”Gamsahamnida sudah bersedia duduk bersama kami. Ini temanku yang lain, namanya Won Hyu Na. Dia masih satu angkatan dengan kita, tapi beda kelas. Dia di kelas 2.5.” kata Sang Mun memulai pembicaraan kami setelah kecanggungan tak menyenangkan selama seperempat jam.

Hyu Na, gadis berambut panjang itu hanya tersenyum simpul. Aku membalas seperlunya. Lalu, kami mulai berserita tentang apa saja yang nyaman untuk dibicarakan teman baru. Laki-laki yang bersama dengan Sang Mun hanya menanggapi seperlunya saja. Pendiam atau sombong?

”Mianhae, siapa laki-laki yang bersamamu tadi?” tanyaku saat laki-laki berambut coklat itu mencuci tangannya.

”Oh, Taemin? Dia adik kembarku. Kami kembar, hanya saja tidak identik.” jawabnya sambil menyerutup sisa jus jeruk botolan yang ia beli.

”Oh, adik ya...”

Lalu pembicaraan kami seputar Lee Taemin yang keterlaluan judesnya hingga ia tidak punya teman. Aku jadi tahu mengapa mereka semua pindah ke Seoul. Sang Mun dan Taemin pindah karena orang tua mereka dipindah tugaskan disini. Sedang Hyu Na, dia pindah karena ada sesuatu hal yang membawanya kemari. Aku tikda tahu maksut dari kalimat itu.

****

Pulang sekolah.

Aku sudah menunggu ketiga temanku, Hongki, Ae Cha dan Gae Hya, di parkiran sepeda di sekolahku. Sekitar sepuluh menitan aku menunggu, Ae cha dan Hongki datang. Tanpa Gae Hya?

”Hey, Gae Hya kemana?” tanyaku saat mereka sudah duduk di sebelahku.

”Dia tadi mampir ke kamar mandi. Mungkin sebentar lagi dia sampai.” jawab Hongki sambil menenggak minuman jus jeruk kesukaannya.

Lalu, tak lama kemudian, Gae Hya datang sambil berlari-lari dengan muka pucat.

”waeyo?” tanyaku sambil mendekatinya.

”hhh... hhh... ”

”Ya sudah, kau duduklah dulu, lalu ceritakan pada kami apa yang terjadi.” kata hongki cepat, lalu mengambil botol minuman yang ada di dalam tasnya dan menyodorkan pada Gae Hya. Dia meneguk minuman dengan cepat, lalu nafasnya kembali normal.

”Kalian tau apa yang terjadi padaku? Aku menabrak seorang senior dan minumanku tumpah!” katanya sambil memegangi kepala, pertanda bahwa ia sedang kebingungan.

”Kau membawa minuman ke kamar mandi?” tanya Ae cha yang sedari tadi bermain dengan ponselnya.

”Aniyo~. Tadi setelah dari kamar mandi aku mampir ke kantin untuk membeli mimuman. Dan ketika aku melewati tikungan koridor, aku bertabrakan dengan seniorku.” terangnya panjang lebar.

Lalu, aku tahu kalau laki-laki itu marah besar pada Gae Hya karena ia menceritakan bahwa seniornya itu hanya diam saja tanpa berkata apapun. Bahkan ketika Gae Hya memberikan sapu tangannya untuk mengusap minuman yang tumpah di seragamnya.

”Besok, kau harus ber—”

”Eum Ji!!” seseorang berteriak memanggil namaku? Aku mencari sumber suara dan menemukan siapa pemilik suara cempreng itu. Aku menyipitkan mata untuk mencari tahu siapa dua orang yang setengah berlari menuju parkiran. Sang Mun dan adiknya, Taemin.

”Hey, kau pulang dengan siapa?” tanya Sang Mun dengan nafas yang terengah-engah.

”Dengan mereka.” aku menunjuk tiga orang yang diam seperti patung. Aku melihat ekspresi ganjil Ae cha ketika bola matanya melihat sosok judes Taemin.

”Oh hay. Aku teman barunya Eum Ji-ah. Salam kenal.” kata Sang Mun sambil menundukkan badan. ”Dan ini adik kembarku, namanya Taemin.” tambahnya dengan semangat.

”Unnie, kapan kita pulang?” tanya Taemin dengan suara pelan namun tajam, namun suaranya terdengar seperti mendesis.

”Sebentar lagi. Sudah ya, kami pulang dulu. Tto manayo.”

Lalu mereka pulang dengan aman. Hongki dan yang lainnya menanyakan teman baruku, lalu aku jelaskan secara singkat. Ae cha masih saja diam. Namun, bibirnya tersenyum penuh makna. Ada apa dengan dia?

****

[ flashback ended ]

Lamunanku buyar ketika aku menyadari ada sebuah mobil yang melaju sangat kencang dan sembarangan melintas tepat dihadapanku. Aku yang kaget dan telat menyadari datangnya bahaya, tidak bisa menyelamatkan diri dan malah mematung sambil berdoa semoga ada keajaiban yang datang menyelamatkan ak—

BEEEEETTTT!!!

Rasanya ada yang menyeret tubuhku ke pinggir jalan atau kemana. Aku tidak tahu. Aigoo~ ini sama seperti saat itu, aku diselamatkan oleh orang yang tidak aku kenal—

DUUUKKK!!!

Awww!! Sakiit! Mendadak kepalaku pusing dan mataku terasa berat. apa yang menghantamku tadi? Pohon? Aigoo~

Aku merasa ada yang menarikku.

”Nona, ada tidak apa-apa? Nona Eum Ji?” tanya sebuah suara maskulin sambil menggoyang-goyangkan tubuhku. Aku tidak tahu siapa laki-laki yang menyelamatkan aku. Aku ingin membuka mataku, tapi semakin aku berusaha, kepalaku semakin terasa nyeri.

Lalu, gelap...

****

Sudaaaah!! Akhirnya kelar juga. Mohon komentarnya yaa :)

Senin, 23 Agustus 2010

Y.O.U the series [FF]-chapter 1: Chicken Cream Sup

hai cinguu!! saya kembali setelah bersemedi sangat lama dan melupakan blog saya yang mengenaskan ini =__=
dan kini, saya kembali dengan sebuah hasrat menulis yang membabi rusa *inspirasidaritissa*. meskipun nanti hasilnya entah bagus untuk temen2 semua atau tidak. yang penting hasrat saya yang satu ini tersalurkan :)

jadi, beberapa hari yang lalu, saya dapet wangsit buat nulis FF (fanfics) ini. jadi, ini cerita berseri yang bersetting di Korea selatan, khususnya di seoul *sedangsangattergilagiladengankorea*. buat temen2 yang suka korea, bisa baca.

silahkan menikmati cerita saya yang ala kadarnya ini :)

casting:
Casting:
-Kim So Eun as Song Eum Ji
-Yoon Eun Hye as Son Ae Cha
-Park Shin Hye as Lee Gae Hya
-Lee Jinki, Lee Taemin, Kim Jong Hyun, Choi MinHo, Kim Kibum Key ( belong to SHINee )
-Lee Hong Ki ( belong to FT. Island )
-Lee dong hae ( belong to suju )

Song Eum Ji

Song Ae Cha

Lee Gae Hya

Jinki, Taemin, Jjong, Min Ho, Key

Lee Hongki

Lee Dong Hae

Chapter 1: Chicken Cream Soup

Jam berapa sekarang?
Aku melirik jam yang terpasang di dinding tinggi kantin bercat biru muda ini, pukul delapan pagi. Jadi, aku sudah sekitar satu jam duduk diam di kantin hanya ditemani segelas chicken cream sup buatan ahjumma kantin yang sangat baik padaku, eh?
Well, aku telat. Semua ini gegara demam terkutuk yang hingga tadi pagi belum sembuh. Aku bangun kesiangan dan melewatkan upacara penyambutan oleh kepala sekolah idolaku setelah libur panjang musim dingin.
Penderitaanku belum berakhir sampai aku menubruk seseorang di tikungan koridor jalan menuju ke kelasku di lantai dua. Aku kaget, hingga aku lari sambil mengucapkan maaf berkali-kali yang menggema di seluruh koridor. Saking kagetnya lagi, aku tidak sadar arah lariku menuju kemana. Saat aku sadari, aku sudah berada di depan pintu ruang guru dan bertemu dengan para sesepuh sekolah ( baca: guru ). Aku nyengir tanpa dosa sambil mencoba untuk melarikan diri. Namun, teriakan guru BP membuat langkahku membeku. Aku tidak boleh mengikuti upacara pembukaan semester genap dan pelajaran sehari penuh.

Sial dan bodoh.

Jadi, aku duduk disini sendirian, karena aku baru saja menghabiskan sendok terakhir sup ku. Apa yang harus aku lakukan sekarang? Kalau aku pulang, appa akan memarahiku lantaran dikira bolos. Kalau tetap disini, sama saja karena aku tidak akan bisa masuk kelas hari ini. Padahal aku sudah sangat merindukan pelajaran-pelajaran setelah sekian lama menganggur di rumah.

Ya ya ya, aku ini murid pindahan dari sekolah pinggiran yang tidak terkenal. Aku juga tidak tahu sejarah bagaimana kau bisa sampai di sekolah elit dan megah seperti ini. Tahu-tahu ada surat saja dari sekolah lamaku kalau aku mendapatkan beasiswa karena prestasiku yang “lumayan”, kata kepala sekolah yang aku idolakan.

Drt... drt...

Ponselku bergetar di dalam saku sragam sekolah musim dinginku, aku merogohnya dan tertera nama Ae Cha-dongsaeng. Kenapa dia telepon? Selama ini dia kan sangat dingin padaku? Aku menjawabnya dan terdengar suara laki-laki diseberang ponsel. Siapa ini?

“Eum Ji-unnie?” suara maskulin itu sangat familier, Lee Hongki?

“Hei, ini Lee Hongki ya?” jawabku santai.

“Kau ini dimana saja? Aku mencarimu di halaman sekolah, tapi aku tidak
menemukanmu!” terdengar nada khawatir di seberang sana.

“Kau mencariku? Maaf. Aku telat datang ke sekolah. Lalu guru BP sekolah kita menemukanku, ia melarangku mengikuti pelajaran penuh hari ini.” Jelasku panjang lebar.

“Lalu, sekarang kau dimana?”

“Aku di kantin. Kalian tidak usah datang kesini. Aku tidak mau menyusahkan kalian. Mungkin setelah ini aku pulang ke rumah. Salam buat semua yaa..”

“Baiklah kalau begitu. Hati-hati di jalan yaa. Berterima kasihlah pada Ae Cha, dia sudah sangat baik meminjamiku ponsel untuk meneleponmu.”

“Iya, sampaikan saja padanya. Gomawo,” lalu terdengar suara telepon dimatikan.
Aku bermaksud untuk pulang ketika seorang laki-laki duduk dengan santai di depan bangku yang aku duduki. Aku mendongak dan mendapati pemuda berambut coklat, bermata sipit dan berkemeja rapi. Siapa pemuda ini?

“Mianhamnida, apakah anda ada urusan dengan saya?” tanyaku sambil kembali duduk.

Tangannya yang pendek mengambil sesuatu dari bawah meja, sebuah keranjang plastik putih transparan. OH TIDAK!! Itu kan jualanku?

“Ini punyamu bukan?” tanyanya dengan friba suara yang melengkuk-lengkuk.
Kenapa aku lupa kalau hari ini aku jualan martabak telur seperti hari-hari bisaa di sekolah? Wait, kenapa itu keranjang bisa di tangan pemuda beralis tebal ini?

“Hey, ini punyamu bukan?” tanya pemuda itu lagi sambil mengibaskan tangannya di depan wajahku. Lamunanku yang menyedihkan terbuyarkan.

“Oh, eh iya! Ini milik saya. Kenapa bisa—“

“Kau tadi pagi yang menabrakku. Keranjang ini terjatuh dan tergeletak di depan pintu kelas. Aku pikir ini punyamu. Benar kan?” tanyanya sambil tersenyum dengan senyum-memabukkan-wanita.

“mm, iya. Gamsahamnida, mianhamnida telah merepotkanmu.” Kataku sambil mengambil keranjang yang ia sodorkan.

“Kau Song Eum Ji ya?” tanya pemuda itu lagi, masih tersenyum.

“Eh, iya. Bagaimana anda bisa tahu?”

Jari telunjuk pemuda itu menunjuk ke arah dada sebelah kanan, papan namaku? Aku hanya tersenyum sambil membetulkan posisi dudukku yang tidak nyaman. Bukan karena tidak nyaman, karena aku sedang gelisah. Oh bukaan! Aku hanya, err, grogi.

“Kalau boleh tahu, siapa nama anda?”

“Aku—“

BRAAAK!!

"Eum Ji-unnie?"

aku menoleh ke arah pintu kantin yang terbuka dengan kasar. Lee Hongki? Pemuda berambut pirang itu berjalan mendekat dengan tampang setengah lega-setengah gelisah. lega karena telah menemukanku, eh?

"Apa yang membawamu kesini, Hongki-dongsaeng?" tanyaku sambil berdiri ketika pemuda berseragam rapi itu sudah berdiri di depan mejaku. Pandangannya tertuju padaku, dan sepertinya dia tidak menyadari ada seseorang yang lain yang duduk di depan mejaku.

"Tentu saja kau! aku mencarimu sebelum meneleponmu tadi." jelasnya sambil berkacak pinggang.

"Aku kan sudah bilang padamu, wahai kepala merang! tak usah mencariku. Aku baik-baik saja." jawabku sambil tersenyum, lalu duduk kembali.

"Ya sudah, aku kembali saja ke kelas sebelum seonsaengnim datang ke kelas." katanya menyerah sambil berjalan pergi. Namun, tiba-tiba langkahnya terhenti dan baru dia menyadari adanya orang yang duduk bersamaku. Matanya menyipit, rahangnya mengeras, lalu tanpa kata ia pergi meninggalkan aku. Ketika tatapanku beralih pada pemuda di depanku, ekspresi kagetnya masih tersisa menghiasi wajahnya.
Ada apa dengan mereka?

"Hei, anda tidak apa-apa kan?" tanyaku berusaha meyakinkan bahwa tidak ada gangguan jiwa yang dialami oleh pemuda ini setelah melihat orang korea berambut pirang.

"Oh, eh. Tidak, aku hanya sedikit heran. Rambut temanmu pirang, eh?" tanyanya sambil tersenyum canggung.

"Eh, iya. Jadi, siapa nama anda?" tanyaku mengalihkan pembicaraan sebelum topik rambut-pirang-di-korea menyita obrolan kami.

"Ngomong-ngomong, tidak usah pakai bahasa yang formal kalau berbicara denganku. toh, aku ini kan temanmu." jawabnya sambil tersenyum, lalu memasukkan sesendok chicken cream sup yang masih mengepul ke dalam mulutnya.

"Kau cukup panggil aku--"

KRRAAK!!

Pintu kantin terbuka lagi, aku menoleh dan mendapati dua orang berbadan tegap dan berjas hitam rapi berjalan dengan mantap menuju meja yang aku duduki. Siapa laki-laki ini? Kacamata hitamnya membuat mereka semakin seram, ditambah earphone yang menyumpal telinga kiri mereka.

"Maaf, Tuan muda kami mengganggu kenyamanan anda, tapi Ibu Kepala Sekolah tengah mencari anda. Anda di mohon untuk menghadap beliau sekarang juga di kantornya." suara maskulin yang keluar dengan tegas dari salah satu laki-laki-serba-hitam itu memenuhi sudut-sudut kantin yang legang.

Sebentar, Tuan Muda?

"Baik, aku akan segera kesana."

Aku mendongak ketika pemuda yang belum aku tahu namanya bangkit dari duduknya lalu merapikan kemeja kotak-kotaknya.

"Maaf, pembicaraan akan aku lanjutkan besok. Neol Tto manayo." katanya sambil tersenyum lalu berjalan dengan diikuti dua laki-laki tak jelas tadi.

Hei! kenapa mengetahui namanya saja sangat sulit?

--------------------------------------------------------------------------------------------------

TBC yah cingu,, mohon komentarnya. masih sangat abaal, >.<
tapi saya mohon kritik dan sarannya. gamsahamnida :)
btw, siapa ya kira-kira pemuda ini? :)

Jumat, 30 April 2010

pfiiiuuuh!!

I’m coming back!!!!

Yeah, setelah sekian lama mengarungi samudra kehidupan panjang terbentang yang melelahkan, akhirnya saya menyempatkan diri berada di depan computer untuk mem-posting keseharian saya. Sebenarnya saya udah rencana mau nulisnya kemarin-kemarin, hanya saja saya sangat sibuk akhir-akhir ini. Btw, banyak sekali kejadian yang saya alami sejak postingan saya yang terakhir itu.

Fenome alam yang saya alami adalah sebagai berikut:

  1. pensi

pensi yang berlangsung pada hari selasa tanggal 20 april 2010 kemarin, berjalan dengan lancar dan meriah!! Kami, anak bahasa tampil dengan menawan dan spektakuler. Kami, yang berenambelas ini, mampu membuat ait mata sang guru kesayangan sekaligus wali kelas kami, Bapak Suripto. Beliau menangis haru karena melihat anak asuhnya beraksi. Hiks… hiks… saya juag merasa terharu atas reaksi tek terduga dair beliau. Meskipun kami tidak tampil SEMPURNA, namun mampu menyedot perhatian hadirin, termasuk para guru SMA 4 Magelang. Alhasil, kami mendapatkan penghargaan dari Pak BEST, kategori penampilan indah dan menawan. BRAVO BAHASA!!

  1. tragedi

hal ini saya alami tidak lama setelah pensi. Lebih tepatnya sehari setelah pensi yang melelahkan itu. Kejadian ini terjadi di sebuah taman, sebut saja begitu. Ketika senja mulai terbentang, ketika sang raja siang mulai mengalah memperikan tempat bagi sang rembulan untuk menemani umat manusia, seorang gadis dengan wajah pas-pasan, berjalan-jalan sendirian untuk menetralkan pikiran dan hati saya karena lelah dan pusing mengurusi pensi. Saya pikirm berjalan-jalan saat sore hari di sebuah taman indah nan menawan. Akhirnya, setelah berjalan-jalan, saya berhenti untuk duduk di suatu bangku taman yang sudah tersedia disana, kebetulan saya sendirian. Tragedy itu dimulai ketika saya sedang asyik mendengarkan dendangan lagunya pacar saya, David Archuleta, dari hape buluk saya. Tiba-tiba datanlah dua orang gadis dan duduk di bangku lain yang ada disebelah saya. Dua orang gadis itu mulai bercerita dengan hebohnya sambil bernyanyi-nyanyi. Karena saya tidak membawa headset, makanya saya dengan terpaksa mengetahui sedikit banyak dari pembicaraan mereka. Itu masih belum masuk tradgedi.

Lalu, gadis-gadis heboh itu mulai mendendangkan lagu. Dan saat itu saya mulai merasa pusing dan mual ketika mendengarkan lagu yang mereka nyanyikan. Kangen band. Mereka bahkan berduet dengan oenuh penghayatan dari awal hingga akhir. Detik-detik yang saya lalui saat itu terasa sangat lama dan mengenaskan. Meski suara itu bukanlah suara asli sang vokalis band yang notabene ingin menjadi turis kesaar itu, namun tetap saja lagu itu lagunya band yang paling tidak saya sukai. Persendian terasa lemas, darah yang mengalir deras melewati pembuluh sata terasa mau pecah ketika mendengarkan nada penuh penghayatan dari sang gadis. Telinga ini rasanya terus berdengung tanpa henti.

Detik pun berlalu, para gadis itu pun selesai bernyanyi. Namun, KB’s time tidak berakhit begitu saja, mereka berdua mulai membicarakan tentang biografi sang tokoh yang meniti karir di dunia taris suara tersebut dengan semangat menggelora. Setelah itu mereka menceritakan kesan mereka tas lagu tersebut. Seorang gadis, sebut saja tukiyem, menuturkan : “Eh, tau nggak? Kalo aku dengerin lagu init u berasa mau nagis. Bener-bener dalem deh lagunya. Aku aja pernah tuh nyanyi tu lagu trus nangis. Kesannya tuh membekas banget buat aku.” GUBRRAAAK!

Lalu gadis satunya, sebut saja parinah, berujar : “Aku juga. Iya sih, lagunya emang jadul, tapi tetep aja so sweet. Aku kan emang dulu tu ada kenangan sama cowokku. Dia itu nanyiin algu itu buat aku pake gitar.”

Seketika saja, badan saya lemas. Saya tidak habis pikir dengan mereka. Bukannya saya menganggap itu adalah hal yang katrok atau semacamnya, tapi saya menyayangkan lagu yang mereka sukai. Karena sudah tidak tahan, akhirnya sayapun pulang saja daripada korban perasaan lagi.

  1. penerimaan raport

hari penerimaan raport jatuh pada hari rabu. Ketika Pak budi, guru Antropologi saya memasuki ruangan dengan membawa hasil mid semester lalu, hati saya deg-degan tidak karuan, jungkir-balik tidak jelas ( ini hanya ilusi, btw ). Lalu dengan menarik nafas dan menghembuskannya pelahan, hati saya mulai membaik. Proton-proton yang ada disekeliling hati saya berhasil mengalahkan neutron-neutron jahat itu. Mulailah sang guru menyebutkan hasil mid semester dengan memanggil satu per satu siswa. Hati saya mulai deg-degan lagi. Namunkali ini tidak seheboh tadi.

Dengan helaan nafas lega, saya menerima lembaran itu. Paling tidak, saya mendapatkan nilai yang memuaskan, begitulah pikir saya saat itu. Bukannya saya sombong atau gimana, tapi saya puas dengan nilai tersebut. Tapi, bukan berarti saya trus bias berleha-leha tanpa belajar dan mendapatkan nilai yang baik. Kalau saya belajar lebih keras dan rajin, saya akan mendapatkan yang lebih dari itu.

  1. pindah kelas

hari-hari berlalu dengan indah dan dengan penuh semangat. Teman-temanpun begitu, meski ada sedikit kejadian yang menyuramkan suasana di kelas XI bahasa. Namun, ketika salah satu dari kami sedang bersedih, kami yang lain berusaha menghibur dan menguatkannya.

Betewe, sudah lebih dari setengah tahun kami berenambelas belajar dan menerima pelajaran dikelas sempit namun menyejukkan bernama ruang kelas XI bahasa. Kelas itu sebenarnya dalah ruang kelas agama Kristen, namun disulap menjadi ruang kelas kami. Nah, karena kakak kelas XII bahasa sudah lulus dengan nilai yang memuaskan—jurusan bahasa Smapa mendapatkan rangking 4 se-provinsi—kami para penerus jurusan bahaspun memundahkan diri ke kelas XII bahasa yang ruangannya luas dan nyaman. Baru sehari sih, tapi sudah terasa nikmatnya. Haha.

Pfiuuuuh!!

Selesai sudah postingan saya kali ini. Sesok kita akn berjumpa lgi dengan keadaan yang lebih baik lagi. Akhir kata, ganbatte kudasai! ^^

Rabu, 21 April 2010

sebuah harapan

entah kemarin, hari ini, atau esok, harapan itu akna tetap ada dan tidak akan pernah akan sirna.

harapan, sesuatu yang sepenuhnya milik semua orang. dari para penguasa sampai para pengemis, mereka semua memiliki harapan yang tidak akan pernah dapat dihentikan. mengalir deras bagaikan air terjun yang tidak akan pernah kering. ketika satu harapan menjadi kenyataan, akan muncul harapan lain yang lebih besar. begitu seterusnya. karena, apa yang lebih berharga yang dimiliki kita, para manusia, selain harapan?

harapan sama dengan doa. ketika kita berharap atau berdoa, saat itu juga kita ingin yang kita harapkan atau yang kita doakan terkabul.

seperti juga mimpi. ketika kita memimpikan sesuatu, berarti kita juga berharap mimpi itu akan menjadi kenyatan. sama halnya dengan doa dan harapan, setiap orang memiliki mimpi mereka masing-masing. ada begitu banyak mimpi di dunia ini. ada yang terus berjuang untuk meraih mimpi itu, ada orang yang hanya berdiam diri dan menyimpan mimpi itu hingga akhir hidupnya, ada pula yang menyerah dan membuang mimpi itu jauh-jauh.

termasuk golongan manakah anda? hmm, pertama-tama saya memang harus menanyakan pada diri saya sendiri. termasuk golongan manakah saya? apakah yang pertama, kedua, atau yang terakhir? yang jelas, setiap orang memiliki jalan hidup, kemauan, dan semangat yang berbeda-beda.

kali ini saya tidak akan menanyakan pendapat anda tentang hal ini. saya hanya akan menyampaikan apa yang ada dalam pikiran saya ketika saya membicarakan soal harapan, doa dan mimpi.

saya berharap, saya termasuk golongan yang pertama. namun, kadang ketika saya berusaha tanpa lelah untuk menggapai apa yang saya harapkan, apa yang saya mimpikan, dan pada akhirnya saya hanya mendapatkan kegagalan dan kelelahan, saya berpikir bahwa harapan itu hanyalah bayangan semata. tidak bisa diraba, tidak bisa di sentuh, hanya bisa dilihat saja, tidak bisa digenggam dan dipeluk. sangat menyakitkan ketika penyesalan yang begitu membara memenuhi pikiran dan hati saya. sangat mengecewakan ketika apa yang kita harapkan da kita impikan itu seperti berjalan menjauhi kita.

biasanya, setelah saya mendapatkan kegagalan yang menyakitkan seperti itu, saya jadi takut berharap dan bermimpi. takut kalau-kalau terjatuh lagi dan pecah berkeping-keping tanpa bisa menyatukan diri menjadi manusia yang utuh. takut kalau-kalau hasil yang kita dapat tidak sesuai dengan apa yang kita inginkan. saya tidak berharap lagi, saat itu.

namun, saat-saat yang lain saya mulai berpikir, jika saya tidak memiliki harapan atau mimpi, saya kan terus hidup dalam kesia-siakan tanpa bisa melakukan yang terbaik bagi diri saya sendiri dan lingkungan saya. saya tidak memiliki motivasi untuk terus berjuang. saya tidak akan berkembang dan bertumbuh menjadi seseorang yang lebih baik, bijaksana dan dewasa. saya hanya kan menjadi insan yang tidak berguna bagi diri saya sendiri dan orang lain, menjadi orang kerdil seumur hidup tanpa pernah berkembang.

Selasa, 13 April 2010

H-7

kyaaaa!!!!

pasti udah tau apa arti dari judul di atas. artinya adalah, pensi kurang tujuh hari lagi! sedikit informasi, pensi adalah pentas seni. ajang penyaluran seni dari berbagai aliran. dalam konteks ini, adalah seluruh aliran seni, kecuali seni lukis ( maafkan saya pak Zen, tidak bermaksut untuk menganaktirikan ). contohnya kayak seni musik yang meliputi ben ( band ), karaoke, dan lain-lain. aliran yang lain contohnya saja kaya seni pertunjukan alias drama. nah, biasanya pensi diadakan pada akhir taun ajaran, untuk melepas kepergian ( baca: kelulusan ) kelas tiga. untuk itu, seluruh warga SMA 4 Magelang, harus menyumbangkan sedikit hiburan untuk memeriahkan acara tersebut.

nah, karena kelas saya itu selalu eksis dalam segala bidang *diplester* jadinya saya mewakili kelas bahasa akan mengungkapkan kebenaran sejati *jeng jeng jeng* bahwa kami kelas bahasa akan mengeluarkan drama yang memukau dan spektakuler. *evilgrin*. dengan segala daya upaya, kami akan berjuang dengan keras untuk menunjukkan bahwa kelas kami memiliki potensi yang selama ini selalu di pandang sebelah mata saja oleh orang-0rang. kami akan menunjukkan bahwa kelas kami mampu dan bisa mendongkrak prestasi yang tidak bisa di dongkrak oleh yang lain, termasuk tukang bangunan. (????)

karena tujuan yang sangat mulia itulah, saya mewakili teman-teman saya untuk minta doanya, semoga drama yang akan berlangsung nanti berjalan dengan lancar dan berlangsung secara memukau. maka dari itu, saya beserta teman-teman saya berlatih drama setiap hari, banting tulang banting diri agar hasil yang dicapai maksimal dan bagus seperti yang kami inginkan, mengguncang iman, memukau nalar.. ( da vinci code ). ahh, itu terlalu berlebihan dan sangat tidak empiris. yang kami harapkan, temen-temen semua terhibur, itu saja. itu sudah cukup.

ngomong-ngomong soal drama, ngomong-ngomong soal karya seni, kalau dipikir-pikir, seni itu susah loh. kata bu eno, guru seni tari sekolah saya, seni itu butuh penghayatan. seni itu bukan hanya menyangkut bakat dan kerja keras aja. tapi juga menyangkut perasaan. contohnya kaya puisi, nyanyi, nari. apalagi nglukis. kalo buat+bacain puisi kok nggak pake perasaan, makna yang terkandung dalam puisi itu tidak bisa tersampaikan dengan jelas. kalo nyanyi, sama aja kaya baca puisi. kalo nggak pake perasaan, nggak bagus deh.

btw, saya salut sama orang yang bisa nyiptain lagu-lagu gitu. mereka kan nggak hanya ngarang buat liriknya, tapi juga musiknya. butuh inspirasi yang tinggi ( lebay ). maksutnya, kan musti nyari feel biar liriknya itu bagus, mengena, gitu. trus, belum lagi musti nyari nada yang pas+enak di telinga.

kalo saya, suruh begituan mah belum bisa. mungkin belum menemukan feel yang bagus atau semacamnya.

nah, seni rupa pun nggak mau kalah ribet. seni yang satu ini selalu dengan sukses membuat saya bingung dan membuat saya terbebani. kebetulan, guru seni rupa saya itu orangnya sangat blak-blakan. kadang ( nggak kadang, tapi sering ding ) kalo gambar saya tidak ada ada polesan seninya sedikitpun, guru sang maha ganteng--guru seni saya--itu selalu mengkritik dengan nada datar dan tanpa ekspresi seperti ini "Ini kurang nyeni". W-O-W. sangat mak jleb-jleb.

tapi, saya tetap tabah menjalani hari-hari saat ada pelajaran seni rupa. saya juga menyadari, bahwa saya tidak mempunyai darah seni yang mengalir dalam tubuh saya. tetap berusaha sebaik mungkin. kalau beliau benar-benar seniman, hasil bukanlah patokan untuk menentukan seberapa "nyeni"nya seseorang, melainkan prosesnya juga harus diperhatikan.

btw, saya sudah meracau terlalu banyak dan tidak bisa dihentikan kalau saya sendiri yang tidak menghentikannya. sukses untuk drama saya, akhir kata Ganbatte kudasai!!

Minggu, 04 April 2010

saya sedang demam!!

ehem. saya sedang demam. demam yang membuat saya tidak bisa tidur saat makan, makan saat tidur (yaiyalah!). akhir-akhir ini saya sedang kepikiran tentang seseorang. wajahnya selalu saja membuat saya teringat akan seseorang. seseorang yang sanagt berarti dalam hidup saya.

tapi itu tidak berarti seseorang yang ada dalam pikiran saya itu sangat berarti. tidak. saya tidak mengaharapkan yang lebih dari orang yang selalu menhantui saya itu. misalnya, selalu ada untuk saya dikala saya sedih atau senang, ada saat saya bokek, ada saat saya sedang sakit dan sebagainya. tidak, saya tidak mengarapkan yang muluk-muluk.

betewe, sepertinya saya sudah melantur sampai kemana-mana. ehem. saya lanjutkan pokok masalah saya, demam.

saya sedang demam akut. demam itu ada macama-macam loh. kalau para pakar filsuf dan teman-temannya boleh menyampaikan pendapatnya tentang suatu masalah, saya juga boleh dong? ehem, menurut saya, demam itu ada macam-macam.

1. demam yang menyenangkan.
demam ini masih memiliki adik-adik lagi yang lebih spesifik, misalnya demam cinta, demam rindu, demam uang, demam cinta, demam david archulet dan demam-demam lain yang menyenangkan.

2. demam yang boros
temen-temen mesti udah tau tentang demam yang satu ini. pokoknnya demam yang bikin kantong kita kering, contohnya saja: demam nyalon, demam ngenet, demam sms-an, demam fb-an, demam shopping, demam jalan-jalan, dan masih banyak lagi.

3. demam yang menyakitkan
nah, kalau kena demam ini, di jamin terasa sangat menyakitkan. karena demam menyakitkan itu seperti demam berdarah ( tidak usah saya jelaskan panjang lebar kenap tergolong demam yang menyakitkan ), demam cikungunya ( ini sangat membahayakan, sudah terbukti. temen saya seminggu nggak masuk gegara cikungunya. tidak percaya, buktikan sendiri! ) dan masih banyak lagi.


saya sedang mengidap salah satu demam diatas, ngomong-ngomng. tentu sudah tau tanpa saya kasih tau. demam yang dialami seorang gadis remaja yang sedang mengalami gejolak cinta. hmm, sebenarnya saya agak malu menuliskannya, tapi apalah daya. saya sudah tidak tahan menyimpan ini sendirian. beban ini akan terasa ringan jika saya bersesdia membaginya.

dan saya sudah merasa sangat ringan sekarang! merdeka!

susah loh membagi apa yang kita rasakan ketika kita sedang tidak ingin membaginya ( yaiyalah!). tapi akhirnya, saya bisa. saya menulis ini semata-mata bukan karena pamer cinta, tapi saya hanya memfungsikan apa yang sduah saya punyai. terlalu sayang kalau tidak menulis apapun di sini.

saya kira cukup sekian saja, sebelum saya meracau tidak penting lagi, mending saya sudahi saja. :D